Sambutan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata



Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata telah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik di tahun 2009. Setelah suksesnya program Visit Indonesia Year yang telah meningkatkan kepariwisataan Indonesia, di tahun 2010 Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata akan melaksanakan program yang lebih optimis lagi antara lain Tahun Kunjung Museum yang memiliki peranan strategis sebagai wahana penguat program Revitalisasi Museum.

Guna meningkatkan wisatawan, baik domestik maupun asing pada 2010 Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata akan mencanangkan program Tahun Kunjung Museum (Visit Museum Year). Program Tahun Kunjung Museum yang didukung dengan berbagai kegiatan di museum seluruh Indonesia tersebut, bertujuan untuk memperbesar jumlah pengunjung museum serta meningkatkan apresiasi dan kepedulian masyarakat terhadap warisan budaya bangsa. Dengan adanya program Tahun Kunjung Museum yang dibarengi dengan mereposisi museum, kita optimis bahwa masyarakat akan lebih bergairah untuk berkunjung ke museum, sehingga museum menjadi lebih semarak dan “hidup” dalam pengelolaannya.

Museum sebagai media yang universal untuk pelestarian warisan budaya, wahana pembelajaran masyarakat, serta objek wisata yang edukatif, perlu didorong agar menjadi dinamis serta dapat melayani masyarakat dengan memadai. Indonesia juga dikenal memiliki keragaman aset budaya dan tradisi yang sangat menarik serta bervariasi. Dengan adanya program Tahun Kunjung Museum tersebut, diharapkan dapat mengubah citra dan “wajah” museum Indonesia menjadi lebih menarik dan lebih prima sehingga dapat turut meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.

Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan sebuah momentum awal untuk memulai Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) yang akan dilaksanakan selama lima tahun (2010-2014). Salah satu kegiatan dalam Program GNCM tersebut adalah kegiatan Revitalisasi Museum yang bertujuan untuk mewujudkan museum Indonesia yang dinamis dan berdayaguna sesuai dengan standar ideal pengelolaan dan pemanfaatan museum. Dengan adanya program GNCM tersebut diharapkan pada 2014 akan terwujud museum Indonesia yang menarik dan informatif serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Semoga program Gerakan Nasional Cinta Museum melalui Tahun Kunjung Museum akan berjalan dengan sukses dan mencapai hasil sesuai dengan perencanaannya sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap warisan budaya bangsa serta menyejahterakan masyarakat Indonesia.


IR. JERO WACIK, SE

Sekilas Gerakan Nasional Cinta Museum Melalui Tahun Kunjung Museum 2010


Latar Belakang

Museum merupakan sarana untuk mengembangkan budaya dan peradaban manusia. Dengan kata lain, museum tidak hanya bergerak di sektor budaya, melainkan dapat bergerak di sektor ekonomi, politik, sosial, dll. Di samping itu, museum merupakan wahana yang memiliki peranan strategis terhadap penguatan identitas masyarakat termasuk masyarakat sekitarnya. Para ahli kebudayaan meletakkan museum sebagai bagian dari pranata sosial dan sebagai wahana untuk memberikan gambaran dan mendidik perkembangan alam dan budaya manusia kepada komunitas dan publik.

Tiga pilar utama permuseuman di Indonesia yaitu: 1) mencerdaskan kehidupan bangsa; 2) kepribadian bangsa; 3) ketahanan nasional dan wawasan nusantara. Ketiga pilar ini merupakan landasan kegiatan operasional museum yang dibutuhkan di era globalisasi ini. Pada saat masyarakat mulai kehilangan orientasi akar budaya atau jati dirinya, maka museum dapat mempengaruhi dan memberi inspirasi tentang hal-hal penting yang harus diketahui dari masa lalu untuk menuju ke masa depan. Oleh karena itu untuk menempatkan museum pada posisi sebenarnya yang strategis, diperlukan gerakan bersama penguatan pemahaman, apresiasi dan kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa yang harus terbangun pada tataran semua komponen masyarakat bangsa Indonesia baik dalam skala lokal, regional maupun nasional. Gerakan bersama tersebut dinamakan Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM).

Gerakan Nasional Cinta Museum adalah upaya penggalangan kebersamaan antar pemangku kepentingan dan pemilik kepentingan dalam rangka pencapaian fungsionalisasi museum guna memperkuat apresiasi masyarakat terhadap nilai kesejarahan dan budaya bangsa. Gerakan ini bertujuan untuk membenahi peran dan posisi museum yang difokuskan pada aspek internal maupun eksternal. Aspek internal lebih kepada revitalisasi fungsi museum dalam rangka penguatan pencitraan melalui pendekatan konsep manajemen yang terkait dengan fisik dan non fisik. Aspek eksternal lebih kepada konsep kemasan program yaitu menggunakan bentuk sosialisasi dan kampanye pada masyarakat sebagai bagian dari stakeholder. Salah satu programnya adalah Tahun Kunjung Museum 2010 yang dicanangkan pada tanggal 30 Desember 2009 oleh Bapak Ir. Jero Wacik, SE selaku Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.

Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan sebuah momentum awal untuk memulai Gerakan Nasional Cinta Museum. Maka dapat dikatakan bahwa Tahun Kunjung Museum ini adalah upaya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang didasarkan pada pemikiran bahwa museum merupakan bagian dari pranata sosial yang memiliki tanggung jawab mencerdaskan bangsa, menggalang persatuan dan kesatuan, memberikan layanan kepada masyarakat, melestarikan aset bangsa sebagai sumber penguatan pemahaman, apresiasi, dan kepedulian pada identitas bangsa. Hal ini untuk memperkuat posisi (reposisi) museum sebagai jendela budaya dan bagian dari pranata kehidupan sosial budaya Bangsa Indonesia.

Gerakan Nasional Cinta Museum ini akan dilaksanakan secara bertahap selama lima tahun dalam rangka menggalang kebersamaan antar pemangku dan pemilik kepentingan (share dan stakeholder) untuk memperkuat fungsi museum pada posisi yang dicita-citakan guna memperkuat apresiasi masyarakat terhadap nilai kesejarahan dan budaya bangsa. Pencapaian fungsionalisasi museum tersebut yang kemudian disebut sebagai Gerakan Nasional Cinta Museum.

Gerakan Nasional Cinta Museum adalah upaya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengembangkan museum-museum di Indonesia agar siap bersaing. Mari kita jadikan Gerakan Nasional ini sebagai momentum kebangkitan museum di Indonesia yang diawali dengan Tahun Kunjung Museum 2010.

Tujuan
  1. Terjadinya peningkatan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap nilai penting budaya bangsa
  2. Semakin kuatnya kepedulian dan peranserta pemangku kepentingan dalam pengembangan museum
  3. Terwujudnya museum sebagai media belajar dan kesenangan yang dinamis dan atraktif bagi pengunjung
  4. Terwujudnya museum sebagai kebanggaan publik
  5. Terwujudnya kualitas pelayanan museum
  6. Peningkatan jumlah kunjungan ke museum

Sasaran
  1. Menciptakan peran museum sebagai bagian dari pranata kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya bangsa
  2. Mewujudkan peningkatan kuantitas dan kualitas kunjungan ke museum-museum seluruh Indonesia
  3. Mewujudkan landasan yang kokoh bagi masyarakat untuk meningkatkan apresiasi kesejarahan dan kebudayaan dalam upaya memperkuat jatidiri bangsa
  4. Menciptakan kerja sama yang berimbang dan saling menguntungkan antara museum dengan pemangku kepentingan
  5. Membentuk rumusan kebijakan-kebijakan terkait dengan penyelenggaraan museum yang tidak saja menekankan kepada kepentingan ideologis dan kepentingan akademis, tetapi juga pada kepentingan lain dalam pemanfaatan museum
  6. Terbentuknya sinergisitas dari para pemangku kepentingan khususnya di bidang pariwisata untuk menempatkan museum sebagai lembaga yang memiliki daya tarik wisata budaya untuk dikunjungi

Strategi Program
Strategi mereposisi museum dalam menangkap peluang ke depan adalah:
  1. Meningkatkan keseimbangan antara kompleksitas fungsi museum yang diemban dengan sistem dan mekanisme pengelolaan yang profesional
  2. Mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi untuk mengelola data dan informasi koleksi, kegiatan museum, mempromosikan atau kampanye/sosialisasi museum sebagai tempat yang atraktif dan memiliki daya tarik untuk dikunjungi
  3. Meningkatkan inovasi sistem peragaan koleksi museum yang ditata secara modern tanpa mengabaikan peran pendidikannya, misalnya melalui sentuhan teknologi komputer, presentasi audiovisual, serta pajangan video secara interaktif untuk lebih menarik dan lebih mendidik
  4. Museum sebagai jendela budaya harus lebih dikembangkan sebagai tempat pertemuan masyarakat atau komunitas yang nyaman, menyenangkan, akomodatif, dan lengkap
  5. Mengoptimalkan kreativitas program-program, aktivitas dan promosi kegiatan museum yang menarik, lebih mendidik sekaligus menghibur, yang dapat menggugah emosi atau imajinasi pengunjung untuk lebih tertarik, mengetahui, dan mengapresiasi pengalaman yang diperoleh selama berkunjung di museum sebagai bagian dari kehidupan budayanya
  6. Memperkuat data dan informasi terkait dengan koleksi, aktivitas dan promosi kegiatan museum yang dapat diakses dengan mudah oleh para pemangku kepentingan khususnya masyarakat dan pengunjung
  7. Meningkatkan kenyamanan dan kepuasan bagi para pengunjung terhadap kualitas dan kelengkapan fasilitas, sarana pendukung dan layanan yang disediakan oleh museum
  8. Mengintegrasikan fungsi museum dengan sistem pendidikan nasional yang ada, khususnya pada tingkat daerah (provinsi dan kabupaten) yang tidak memiliki museum
  9. Memperkuat jaringan kerja museum sebagai lembaga nonprofit


Senin, 08 Februari 2010

NASIB MUSEUM Merana di Tengah Keramaian


Oleh Lusiana Indriasari

Perahu prawean yang dipakai masyarakat Madura sejak abad ke-17 ”terdampar” di halaman tengah Museum Bahari, Jakarta Utara. Banjir besar yang melanda Jakarta pada 2007 mengoyak salah satu koleksi museum yang berada di kawasan Kota Tua Jakarta. Inilah potret buram kondisi museum kita.

KOMPAS / PRIYOMBODO
Anggota Sahabat Museum membatik saat berkunjung ke Museum Tekstil di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (30/1).

Banjir yang merendam museum hingga hampir 1 meter menyeret perahu prawean dari tempat penyimpanannya. Saat terseret banjir, perahu itu membentur tembok hingga beberapa pasaknya patah. Sebagian badan perahu juga ikut terkoyak.

”Perahu itu sengaja dibiarkan di halaman karena tanpa pasak perahu akan hancur kalau diangkat,” kata Sukma Wijaya (46), pemandu di Museum Bahari. Sudah hampir tiga tahun sejak banjir melanda, perahu Madura itu belum juga diperbaiki.

Tidak ada informasi apa pun yang tertulis tentang perahu tadi. Namun, menurut Sukma, perahu prawean yang ornamennya berwarna-warni ini awalnya dipakai penduduk di pesisir utara Pulau Madura untuk berdagang rempah-rempah dan hasil bumi lainnya. Dengan perahu prawean, rempah-rempah itu dibawa ke kapal-kapal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perusahaan Belanda yang memiliki hak monopoli perdagangan di Asia, yang merapat di dekat Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Nasib perahu prawean hanya salah satu gambaran betapa muramnya kondisi beberapa museum yang ada di Jakarta. Keterbatasan dana menjadi alasan klasik kenapa museum yang menyimpan jejak peradaban manusia dan menjadi sumber ilmu pengetahuan ini terbengkalai.

Kondisi bangunan sebagian museum juga memprihatinkan. Sejak dibuka pada 1977, Museum Bahari kesulitan untuk merawat gedung tua yang ditempatinya, gedung bekas gudang rempah-rempah milik VOC yang dibangun pada 1652.

Intrusi air laut merusak sebagian besar bangunan museum. Dinding di hampir seluruh bangunan museum mengelupas karena lembab. Catnya juga sudah kusam. Di beberapa bagian, lantai museum sering tergenang rembesan air laut dari dalam tanah, padahal elevasinya sudah ditinggikan. Kayu jati penopang bangunan mulai keropos.

Di luar museum, Menara Syahbandar yang menjadi bagian dari Museum Bahari rawan roboh. Menara ini miring sekitar 2,5 derajat dari garis tegak lurus karena tanah yang dipijaknya ambles. Pada beberapa kali kejadian gempa di Jakarta, petugas museum sampai harus menutup arus lalu lintas di depan menara karena khawatir menara akan roboh. Menara Syahbandar ini dulunya digunakan Belanda untuk mengawasi lalu lintas kapal yang akan keluar masuk Pelabuhan Sunda Kelapa.

Museum Sejarah Jakarta, atau dikenal dengan nama Museum Fatahillah, di Jakarta Utara kondisinya jauh lebih bagus dari Museum Bahari. Hanya saja di beberapa bagian atap bangunan museum ini mulai bocor. ”Kami terpaksa menggeser-geser beberapa koleksi museum supaya tidak kebocoran jika hujan datang,” kata Rafael Nadapdap, Kepala Museum Sejarah Jakarta.

Rafael mengatakan, anggaran yang diberikan kepada museum hanya cukup untuk perawatan rutin yang bersifat pembersihan ruangan dalam museum dan koleksinya. Pada 2008 dan 2009 bahkan tidak ada anggaran untuk merenovasi Museum Fatahillah.


Sepi pengunjung


Buruknya kondisi museum, ditambah kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggali ilmu dari museum, membuat sumber informasi sejarah ini ditinggalkan masyarakat. Saking sepinya, Museum Reksa Artha milik Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) yang sudah 20 tahun lebih didirikan di Jalan Lebak Bulus I, Jakarta Selatan, lebih sering tutup.

Dari luar, gedung museum yang berwarna hijau muda itu suasananya seperti sudah lama ditinggalkan pemiliknya. Pagarnya berkarat. Pintu pagar menuju halaman ataupun pintu masuk gedung lebih sering terkunci rapat. Pos satpam dan menara penjaga di sudut halaman kosong melompong.

Menurut warga sekitar museum, sebenarnya museum itu buka setiap hari. Hanya saja pengunjung harus lebih dulu mencari penjaga museum untuk minta dibukakan pintu. ”Habis, tidak setiap hari ada pengunjung yang datang ke museum,” kata Riswan, penjaga museum yang siang itu mengisi waktunya dengan nongkrong di sekitar lapangan futsal di dekat museum.

Museum Reksa Artha menyimpan berbagai benda yang terkait dengan percetakan uang, seperti mesin kuno pencetak uang kertas dari awal abad ke-20 yang berukuran besar, alat pencetak uang logam, serta foto-foto yang menceritakan beratnya perjuangan pencetakan ORI (Oeang Republik Indonesia) untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi pada awal kemerdekaan RI. Berbeda dengan bagian luar museum yang tak terawat, bagian dalam ruangan besar yang dulunya berfungsi sebagai gudang tinta Perum Peruri itu bersih dan sangat terawat. Tidak terasa ada debu di lantai ataupun pada benda-benda pajangan di dalamnya.

Di Jakarta, museum pun terdesak oleh padatnya lingkungan. Museum Tekstil di Jalan KS Tubun Tanah Abang, Jakarta Pusat, sulit dicari pengunjung karena dikepung pedagang kaki lima. Akses masuk ke museum ini juga sulit karena sekitar 50 meter jalanan selalu dipadati kendaraan. Museum ini memiliki 1.872 koleksi kain dari seluruh wilayah Nusantara, antara lain kain batik, jumputan, tenunan, sulaman, dan produk tekstil lain.

Museum Bahari juga kurang diminati pengunjung meski museum itu memiliki lebih dari 1.700 koleksi. Karena kekurangan tempat, museum ini hanya memamerkan sebagian koleksinya saja, antara lain miniatur kapal klasik dari zaman Kerajaan Majapahit hingga zaman VOC, miniatur kapal modern, serta beberapa perahu tradisional asli dari belahan Nusantara. Ada juga berbagai perlengkapan navigasi kapal pada masa lalu.

Setiap hari, jumlah kunjungan di Museum Bahari rata-rata 30 orang. Menurut Sukma, pengojek sepeda onthel yang beroperasi di kawasan Kota Tua menambah ramai tamu yang datang ke Museum Bahari. Ironis memang. Budaya niaga maritim masa lalu berupa kapal itu

berjumpa dengan ojek sepeda onthel dan pedagang kaki lima yang menjadi simbol parahnya perekonomian bangsa ini.

(Dahono Fitrianto/Yulia Sapthiani)

(Kompas, Minggu, 7 Februari 2010)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kontak

 
Direktorat Museum,
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Kompleks Depdiknas Gedung E Lantai 10,
Jalan Jendral Sudirman, Senayan,
Jakarta 10270, Telepon 62 21 572-5047